Senin, 27 Oktober 2014

Opini Tentang Sinetron Remaja Indonesia













Sinetron remaja ditayangkan memang untuk ditonton oleh kalangan remaja. Namun sangat disayangkan sinetron-sinetron tersebut minim akan edukasi dan nilai moral. Hal itu berbahaya jika dipraktekkan oleh para remaja dalam dunia sehari-hari. Yang membuat saya prihatin adalah banyak adegan bully, cinta-cintaan, dan cara berpakaian seragam yang tidak sesuai dengan aturan sebenarnya didalam sinetron.

Pernah tidak membayangkan akhir-akhir ini banyak kasus bullying beredar di Indonesia yang mungkin disebabkan oleh pengaruh tayangan teve? Coba tengok dan cari ada tidak sinetron remaja yang tidak menayangkan adegan bullying? Pasti tidak ada! Semua sinetron remaja pasti menayangkan adegan bullying bahkan ada adegan yang jelas-jelas memperlihatkan sekumpulan remaja melakukan perbuatan yang bisa melanggar hukum untuk mencelakai musuhnya. Itu sangat berbahaya jika ditiru oleh remaja-remaja Indonesia.

Di sinetron remaja juga terdapat adegan mesra-mesraan. Di sekolah jelas tidak boleh ada pelajarnya yang berpelukan atau bahkan sekedar cium kening dengan lawan jenis di lingkungan sekolah. Kenapa hal tersebut dihalalkan didalam sinetron remaja??? Adegan itu dilakukan saat masih di sekolah dan mengenakan seragam.

Seragam yang digunakan para bintang juga tidak patut untuk ditiru. Pakai rok sepaha, baju tidak dimasukkan, tidak memakai ikat pinggang, kaos kaki warna-warni, pakai aksesoris berlebihan, dan ke sekolah mengendarai kendaraan mewah. Sekolah gila mana yang mengijinkan muridnya memakai seragam yang tidak rapi, tidak lengkap atributnya, dan yang lebih parah lagi tinggi rok hanya sepaha? Itulah mengapa remaja Indonesia khususnya pelajar lebih merasa keren ketika datang ke sekolah menggunakan kendaraan pribadi dan betah mengenakan seragam yang tak rapi. Itu disebabkan oleh tayangan yang tidak mendidik yang ditonton oleh mereka.

Entah sang sutradara itu bodoh atau memang sengaja membuat bodoh remaja Indonesia dan merusak moral anak bangsa dengan sinetron-sinetron yang dibuatnya. Peran pengaruh orangtua sangat penting dalam hal ini. Beritahu mereka saat ada beberapa adegan yang tidak pantas ditiru. Mengingat masa remaja adalah masa pencarian jati diri sehingga mereka bisa saja termakan oleh tayangan-tayangan yang tidak mendidik di televisi.

Tipu Daya Pengemis










Hidup semakin hari semakin sulit. Apalagi jika hidup di perkotaan. Orang yang telah lulus menjadi sarjana saja sulit untuk mendapatkan pekerjaan apalagi yang memiliki pendidikan rendah. Banyak pendatang dari desa datang ke kota-kota besar dengan harapan untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Mereka pikir peluang untuk mendapatkan pekerjaan di kota sangat besar. Padahal kenyataannya sangat sulit mendapatkannya. Orang yang dibutuhkan tidak hanya memiliki pendidikan yang tinggi namun ia juga harus memiliki keterampilan.

Tidak heran kasus kriminalitas di daerah perkotaan sangatlah tinggi. Biasanya orang yang melakukan kriminalitas berasal dari pendatang yang tak memiliki pekerjaan bahkan sebagian dari mereka memilih berprofesi menjadi pengemis. Tidak heran jika banyak masyarakat kita yang tergiur dengan profesi tersebut. Cukup bermodalkan pakaian lusuh, menadangkan tangan, dan memasang wajah kasihan, mereka sudah bisa meraup rupiah sangat banyak.

Biasanya mereka mengemis di tempat yang ramai seperti di stasiun, rumah ibadah yang banyak dikunjungi, saat jalannan sedang macet, dan berkeliling dari satu toko ke took yang lain. Jangan kaget mendengar kalau mereka bisa mendapatkan ratusan ribu dalam sehari. Jika dikumpulkan selama sebulan saja mampu untuk membeli motor.

Saya sangat setuju ketika saya melihat berita di teve tentang SatPol PP menangkap para pengemis. Sudah seharusnya mereka dibimbing agar tidak melakukan itu. Menurut saya MENGEMIS = MALAS..! Saya telah melihat beberapa kali peristiwa yang menunjukkan dibalik badan mereka yang terlihat lemah dan wajah melas mereka itu hanya pura-pura alias ACTING!

Saya ingat sekali waktu saya kelas 6 SD, saya suka melihat seorang nenek yang cukup sering saya lihat karena ia beberapa kali mengemis di depan pintu gerbang sekolah. Awalnya saya merasa iba melihat nenek itu karena sudah tua jadi mana mungkin ada pekerjaan yang mau menawarkan pekerjaan kepada orang lansia. Saya dan orang-orang yang telah memberikannya uang sudah tertipu dengan gelagatnya. Ketika ia menghampiri orang-orang untuk meminta belas kasihan, jalannya sungguh pelan seperti orang yang belum makan seharian. Namun suatu hari setelah ia mengemis di sekolah, ia lalu pergi. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, saya melihat nenek itu berjalan dengan gagah dan cepat. Jelas berbanding terbalik dengan cara ia berjalan di sekolah saya dulu.

Saya memang pernah memberi uang kepada nenek itu. Memang sedikit hanya Rp.500 namun bayangkan dari 500 perak itu jika dikumpulkan dengan hasil mengemis dari pagi sampai sore bukankah bisa mencapai 100ribu? Apalagi saya melihat cukup banyak orang yang memberi uang kepada nenek itu. Rata-rata mereka memberi uang seribu rupiah.

Baru-baru ini saya melihat dengan jelas cara mengemis dengan mempergunakan anak kecil seperti yang saya lihat di sinetron-sinetron. Waktu itu saya keluar untuk membeli pempek sekitar jam 8. Memang di tempat saya beli pempek,  banyak ruko yang bejejeran. Hal ini dimanfaatkan oleh pengamen dan pengemis untuk mendapatkan uang. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan seorang anak kecil berkerudung merah jambu yang menggenggam gelas plastik bekas. Sepertinya lelaki itu adalah ayahnya. Ia menyuruh anaknya untuk meminta uang dari satu ruko ke ruko yang lain sedangkan ayahnya mengawasi dan menunggu di pinggir jalan. Sangat terlihat sekali dari wajah anak itu yang menggambarkan bahwa ia dipaksa meminta-minta oleh ayahnya karena saat itu juga saya melihat wajah ayahnya yang ekspresinya menggambarkan seperti “Terus minta-minta lagi biar dapat uang banyak”.

Saat mereka pergi, saya melihat ayahnya memiliki kondisi yang kurang. Saat berjalan, kaki ayahnya yang sebelah kanan tidak menapak seluruhnya sehingga jalannya pincang. Namun bukan berarti dengan kondisi tersebut ia malas untuk mencari nafkah bukan malah menyuruh anaknya mengemis. Lelaki itu masih terlihat sehat walaupun memiliki kekurangan intinya ia masih bisa berjalan, punya dua tangan, dan dua mata yang masih bisa digunakan untuk mencari nafkah yang pasti bukan dengan cara mengemis.

Contoh satu bukti orang yang memiliki keterbatasan namun bisa mencari uang dengan halal. Waktu itu saya melihat tayangan realty show “MINTA TOLONG” (sekarang sudah tidak tayang lagi ). Ada seorang penjual koran di pinggir jalan raya. Dia telah membantu seorang anak kecil ( bagian dari tim MINTA TOLONG ) dengan memberikannya uang dan anak itu menukarnya dengan barang yang ia bawa. Karena kemurahan hatinya, ia mendapatkan uang yang nilainya kurang lebih Rp.3 juta dari tim  MINTA TOLONG. Disitulah ia menceritakan profilnya. Ia tidak punya dua kaki. Jadi kalau ia bergerak menggunakan kedua tangannya. Ia tidak mau menjadi pengemis karena ia berpikir masih bisa bekerja walaupun tak punya kaki.

Itulah mengapa saya sudah tidak pernah mau lagi memberikan uang kepada pengemis. Pengemis itu sama dengan pemalas. Rata-rata yang menjadi pengemis adalah orang normal, segar, dan masih sehat. Saya sarankan untuk anda semua jangan pernah beramal kepada pengemis. Hal itu bisa membuat mereka malas bekerja. Sumbanglah uang anda ke panti asuhan atau ke kotak amal supaya uang yang anda sumbangkan tidak disalahgunakan.

Selasa, 14 Oktober 2014

Si Ganas Ebola



Saat ini warga dunia sedang resah dengan suatu penyakit. Bagaimana tidak, belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit itu. Penyakit itu adalah Ebola. Memang penyakit ebola baru menjangkit sebagian negara di Afrika Barat, namun bukan tidak mungkin jika ebola akan menyebar ke benua-benua yang lain.
Apa itu Ebola? Ebola adalah penyakit yang menyerang manusia yang disebabkan oleh virus ebola. Virus ebola berasal dari air liur kelelawar. Hal ini berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Emergency Infectious Diseases yang melakukan penelitian terhadap 276 kelelawar dari empat daerah berbeda di Banglades. Penularan terjadi ketika manusia makan makanan yang sudah terkontaminasi dengan air liur kelelawar ataupun menyentuhnya lalu manusia menyentuh mata dan mulutnya sendiri.
Orang yang menderita ebola pada tahap awal akan mengalami pusing, demam, nyeri, dan muncul ruam-ruam di tubuh lalu diikuti dengan diare dan muntah-muntah. Setelah fase itu, penderita akan mengalami muntah darah dan kencing darah bahkan yang lebih mengerikan lagi adalah keluarnya darah dari mulut, kulit, dan mata penderita. Saat virus ebola sudah semakin ganas di dalam tubuh penderita, virus tersebut akan mematikan fungsi kerja hati, ginjal, hingga jantung setelah itu penderita akan meninggal dunia.
Virus ebola sungguh mengerikan karena virus ini bisa bertahan hidup di permukaan benda. Jika benda tersebut bekas makan, minum, atau wadah yang lainnya yang telah terkontaminasi dengan kotoran, air liur, bahkan muntahan penderita, itu bisa menularkan kepada orang lain. Keluarga yang memiliki salah satu anggotanya yang menderita ebola dan pekerja tenaga medis adalah orang-orang yang beresiko tinggi tertular penyakit ebola.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk menyembuhkan penderita dari ebola sehingga sebagian besar penderita banyak yang meninggal. Dokter hanya memberikan obat-obatan untuk menjaga tekanan darah tetap normal.
Hal itulah yang membuat warga dunia sangat ketakutan terhadap penyakit ini. Bahkan di negara-negara maju, bandara sangat dijaga ketat terutama jika ada turis yang berasal dari benua Afrika. Orang Afrika pun jika ingin bepergian ke luar negeri terutama ke luar benua Afrika harus melakukan cek kesehatan dan sterilisasi selama 21 hari.
Bandara di Indonesia pun harus melakukan penjagaan yang ketat terhadap turis afrika atau orang yang telah bepergian dari Afrika. Perlu ada perhatian khusus dari pemerintah walaupun belum ada orang Indonesia yang terjangkit virus ebola bukan berarti harus berleha-leha. Mengingat belum ada vaskin untuk ebola dan sudah ada 1 warga AS yang telah meninggal dunia setelah pulang dari Afrika. Jemaat haji juga harus diperiksa ketika mereka pulang ke Tanah Air walaupun pemerintah Arab Saudi sudah menjamin bahwa jemaat yang berasal dari Afrika bebas dari virus ebola. Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?



Sumber: Kompas.com ( 7 agustus 2014 )

Senin, 06 Oktober 2014

Penjual Cobek Cilik








Pinggir jalan yang diteduhi beberapa pohon adalah tempat favorit mereka untuk berteduh dari panasnya sinar matahari. Mereka memikul muatan yang beratnya bisa lebih dari 10kg dan menjajalkannya kepada orang-orang yang lewat sejauh berkilo-kilo meter. Mereka terpaksa melakukan itu untuk menyambung hidup dan membantu orangtua. Rata-rata umur mereka 8 tahun sampai 12 tahun bahkan ada yang masih berumur 7 tahun. Tentu yang paling muda paling sedikit membawa muatannya. Tetap saja muatan itu tetap terasa berat mengingat satu barang tersebut barangnya bisa mencapai 2-3 kilogram. Mereka itu adalah penjual cobek cilik.
Mereka sudah tidak sekolah lagi karena alasan biaya sekolah yang mahal. Bahkan sebagian dari mereka tidak pernah merasakan bagaimana rasanya sekolah. Masa kanak-kanak mereka direnggut oleh keadaan. Seharusnya usia mereka disibukkan dengan sekolah dan bermain, tetapi mereka diharuskan menjual cobek karena tuntutan ekonomi.
Kadang mereka suka iri melihat anak-anak seusia mereka pergi sekolah atau memiliki mainan yang bagus. Toko mainan adalah tempat idaman mereka untuk mereka kunjungi. Berharap suatu hari mereka bisa masuk ke dalam toko mainan dan membeli salah satu mainan yang ada di toko tersebut.
Cobek yang mereka jual harganya  berkisar antara Rp. 15.000-Rp. 20.000. Setiap hari mereka membawa 8-10 cobek. Tidak setiap hari cobek mereka laku terjual. Seminggu hanya laku 3 cobek saja setiap penjual.  Saat siang hari mereka akan berteduh dibawah pohon dan membuka bekal yang telah dibawa dari rumah untuk dimakan. Ada nasi dan sepotong tempe pun sudah nikmat bagi mereka untuk dimakan.
Mereka tidak tahu saat dewasa kelak ingin menjadi apa. Dipikiran mereka hanya bagaimana mereka bisa mendapatkan uang yang banyak dengan cara yang halal agar bisa membantu orangtua dan bisa sekolah.  Setiap malam mereka belajar mengaji di mushola dekat rumah dan jika ada waktu bermain, mereka akan bermain bola kaki di lapangan dekat rumah. Tentunya bermain dengan sesama penjual cobek cilik.