Pinggir jalan yang diteduhi
beberapa pohon adalah tempat favorit mereka untuk berteduh dari panasnya sinar
matahari. Mereka memikul muatan yang beratnya bisa lebih dari 10kg dan
menjajalkannya kepada orang-orang yang lewat sejauh berkilo-kilo meter. Mereka terpaksa
melakukan itu untuk menyambung hidup dan membantu orangtua. Rata-rata umur
mereka 8 tahun sampai 12 tahun bahkan ada yang masih berumur 7 tahun. Tentu yang
paling muda paling sedikit membawa muatannya. Tetap saja muatan itu tetap
terasa berat mengingat satu barang tersebut barangnya bisa mencapai 2-3
kilogram. Mereka itu adalah penjual cobek cilik.
Mereka sudah tidak sekolah lagi karena
alasan biaya sekolah yang mahal. Bahkan sebagian dari mereka tidak pernah
merasakan bagaimana rasanya sekolah. Masa kanak-kanak mereka direnggut oleh
keadaan. Seharusnya usia mereka disibukkan dengan sekolah dan bermain, tetapi
mereka diharuskan menjual cobek karena tuntutan ekonomi.
Kadang mereka suka iri melihat
anak-anak seusia mereka pergi sekolah atau memiliki mainan yang bagus. Toko
mainan adalah tempat idaman mereka untuk mereka kunjungi. Berharap suatu hari
mereka bisa masuk ke dalam toko mainan dan membeli salah satu mainan yang ada
di toko tersebut.
Cobek yang mereka jual harganya berkisar antara Rp. 15.000-Rp. 20.000. Setiap hari
mereka membawa 8-10 cobek. Tidak setiap hari cobek mereka laku terjual. Seminggu
hanya laku 3 cobek saja setiap penjual. Saat
siang hari mereka akan berteduh dibawah pohon dan membuka bekal yang telah
dibawa dari rumah untuk dimakan. Ada nasi dan sepotong tempe pun sudah nikmat
bagi mereka untuk dimakan.
Mereka tidak tahu saat dewasa
kelak ingin menjadi apa. Dipikiran mereka hanya bagaimana mereka bisa
mendapatkan uang yang banyak dengan cara yang halal agar bisa membantu orangtua
dan bisa sekolah. Setiap malam mereka
belajar mengaji di mushola dekat rumah dan jika ada waktu bermain, mereka akan
bermain bola kaki di lapangan dekat rumah. Tentunya bermain dengan sesama
penjual cobek cilik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar